Selasa, 12 Januari 2010

Pemkot Surabaya Lepas Sebagian Lahan Surat Hijau





SURAT HIJAU


Pemkot Lepas Sebagian Lahan


SURABAYA, KOMPAS - Pemerintah Kota Surabaya memberikan angin segar kepada para pemegang surat hijau. Pemilik tanah bersurat hijau seluas 32.600 hektar bersedia melepaskan sebagian lahannya menjadi sertifikat hak milik dengan sejumlah persyaratan.

Menurut Kepala Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah Kota Surabaya Djumadji, Kamis (29/10), Pemkot Surabaya sudah menyusun rancangan peraturan daerah (raperda) tentang pengelolaan barang atau aset milik daerah. Raperda disusun sebagai penjabaran Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang pengelolaan aset daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007.

Dalam raperda tersebut terdapat pasal yang mewadahi soal legalisasi tanah surat hijau menjadi sertifikat hak milik. Namun, Pemkot membatasi hal itu dengan sejumlah persyaratan, antara lain tanah maksimal seluas 200 meter persegi dan lebar jalan di depan rumah di bawah 6 meter. Proses perubahan menjadi sertifikat hak milik tidak gratis.

Para penghuni tanah itu wajib bernegosiasi dengan Pemkot mengenai harga tanah yang ditempati. "Kesepakatan harga tanah bergantung pada hasil negosiasi. Intinya, Pemkot ingin memberi kesempatan kepada warga berpenghasilan rendah untuk memiliki sertifikat hak milik," tutur Djumadji.


Belum puas

Dia menambahkan, Pemkot belum berencana menghapus surat hijau bagi warga yang memiliki tanah berukuran lebih dari 200 meter persegi dan terletak di pinggir jalan dengan lebar lebih dari 6 meter. Hal ini untuk mengantisipasi monopoli oknum terhadap kepemilikan tanah yang sangat luas.

"Pemilik bangunan di Jalan Kertajaya umumnya orang kaya. Saya khawatir mereka yang memiliki sejumlah tanah bersurat hijau akan menguasai habis lahan yang sangat luas dengan harga di bawah standar," ucap Djumadji. Dia berharap raperda ini sudah bisa menjadi perda paling lambat tahun depan.

Menurut dia, Pemkot merupakan pemilik sah seluruh tanah yang masih bersurat hijau. Hal itu tertuang dalam Perda Nomor 1 Tahun 1997 tentang izin pemakaian tanah. Dalam perda tersebut, Pemkot memegang hak penuh terhadap pengelolaan tanah yang diperoleh saat perubahan status desa menjadi kelurahan setelah tahun 1976.

Sementara itu rencana Pemkot tetap menuai kritik dari Ketua Gerakan Anti Surat Ijo Surabaya Pinto Ulupi Wibowo. Dia menyanyangkan sikap diskriminatif Pemkot yang membedakan surat hijau.

(RIZ)




Sumber :
Kompas cetak Jumat, 30 Oktober 2009 halaman Jawa Timur lembar B. 




eCyber


.

Tidak ada komentar: